Dedemit Gunung Ciremai
Dedemit di Gunung Ciremai
Hai semua agan dan sista selamat siang, saya kembali menulis tentang kejadian cerita horor .
Hal yang paling sering ditemukan pada saat masih muda menguji nyali dan fisik. Darah muda jika ada tantangan ... Hayo ikutan saja mumpung masih muda.
Apalagi dalam hal mendaki gunung banyak juga penggemarnya serasa menguji adrenalin jika berkemah dan bermalam di tenda. Sesuatu banget apalagi peralatan seadanya, menahan dinginnya udara dan memberanikan diri bersahabat dengan alam semesta baik itu siang dan malam hari.
Yang paling seru tuh jika sudah mencapai puncak dan mendirikan tenda serta menyiapkan api unggun. Bergantian jaga malam, takut ada yang mengganggu jika tidak aplusan jurit malam.
Banyak kisah nyata yang mencengangkan dan diluar nalar manusia. Percaya tidak percaya tapi kita merasakannya.
Hal ini pernah dialami teman kerja, sewaktu masih pelajar, mereka mendaki Gunung Ceremai sesudah selesai Ujian.
Seperti biasa jika liburan tiba apalagi itu libur sesudah Ujian Nasional lumayan lama. Mereka merencanakan mendaki Gunung Ciremai.
sumber gambar
Quote:
Siang itu seperti biasa anak-anak kumpul di kantin sekolah. Roby, Nuno, Agung, Ikhlas, Iwan, Syam, Winda, Lilis, Yuli dan Rina.
Mereka adalah anggota pecinta alam yang terdiri dari sepuluh orang.
Empat cewek itu satu diantaranya feminim bernama Yuli berkarakter suka bicara ceplas-ceplos, bicaranya jarang direm kadang keluar kata-kata jorok dari mulutnya.
"Rencana kita mendaki bukit jadi ya minggu depan, berangkat Sabtu pulangnya hari Selasa." Roby sebagai ketua rombongan sambil mendata apa saja yang harus mereka persiapkan.
"Ok siap, aku setuju saja, atur saja Bos," ujar Nuno sambil memandang teman- teman meminta persetujuan.
Semua yang berkumpul di kantin siap berangkat mendaki gunung.
"Sok atuh jangan lupa bawa peralatan makan dan karapan!
"Jangan lupa Nyuk," Yuli kalau ngomong tak pernah panggil nama teman, sesuka hatinya saja.
Kunyuk alis Nuno sudah terbiasa dengan Yuli yang mulutnya tak pernah direm. Kebiasaan Yuli ini yang akhirnya membuat dia kena musibah
*****
Perjalanan ke Gunung Ciremai lumayan lama dari Kampung Ciledug Cirebon. Mereka naik mobil omprengan ke sana. Berangkat dari rumah jam 10.00 sampai di kaki gunung Kuningan Palutungan jam setengah lima.
Konon katanya Kaki Gunung Palutungan tempat memuja setan untuk meraih kekayaan tapi seperti biasa ada tumbalnya.
"Wah segar banget nih udara," Roby menghirup sebanyak-banyaknya udara lewat hidungnya kemudian mengeluarkan dari mulutnya.
"Gunungnya sudah memanggil kita untuk melihat sunrise besok pagi," ujar Syam.
"Ciptaan Tuhan yang sangat menakjubkan,"ujar Winda cewek tomboi yang sangat suka haiking.
"Hati-hati ya diperjalanan jangan bicara sembarangan, pikiran jangan kosong tetap berserah kepada Allah," Roby sebagai ketua rombongan mengingatkan teman-temannya.
Rombongan menapaki jalanan setapak menuju puncak Gunung Ceremai. Angin malam mulai menyapa dan udara sudah mulai dingin. Senja perlahan-lahan ditelan malam.
Ikhlas mengeluarkan senter dari tas ranselnya. Teman-teman yang lain juga mengeluarkan senternya. Malam mulai hitam pekat, di sekeliling hutan gelap gulita menambah suasana jadi kelam.
Kelompok Roby berjalan terus menyusuri jalan setapak, ayunan daun-daunan seolah-olah seperti mata mengintai perjalanan mereka. Udara dingin menusuk tulang, jika jalan berhenti sangat terasa dingin makanya tetap dibawa jalan.
Kaki terasa lelah, kaki sudah pegal-pegal setelah melewati kuburan kuda suasana semakin merinding, jam menunjukkan pukul satu dini hari.
Winda, Yuli, dan Rina, berada paling tengah, Lilis nomor dua paling terakhir sebelum Agung, cewek paling tomboi dan berani.
Yuli melihat sekeliling semua gelap, dia memikirkan hal-hal mistis.
Tanpa sadar Yuli memberikan ruang untuk mahluk dedemit. Yuli mengoceh tidak jelas.
"Lihat badannya besar, hitam matanya melotot, mulutnya menyeringai." Yuli bicara tak henti- henti, tak jelas apa yang dia bicarakan. Badannya gemetaran, menggigil. Matanya kosong. Agung menyorot senter ke mata Yuli, benar-benar seperti ciri-ciri orang kesurupan.
Keadaan Yuli seperti ini membuat perjalanan menuju puncak berhenti, sekalian Roby memutuskan untuk berhenti istirahat sebentar.
Selang berapa lama rombongan mereka bertemu dengan tiga orang yang mempunyai tujuan yang sama.
"Kenalkan, saya ketua rombongan. Yudi, temanku Dino dan Toni, kami hanya bertiga." Ujar Yudi ketika mereka baru bertemu di persimpangan jalan.
"Saya Roby ketua rombongan juga, kami semuanya ada sepuluh orang. Kami istirahat dulu, salah satu teman kami sepertinya penghuni hutan menyapanya." Ujar Roby sambil menunjuk Yuli dipangkuan Winda.
"Mari bergabung kita doakan sama-sama, ujar Roby mengajak Yudi untuk membaca ayat kursi agar Yuli pulih kembali. Mereka semua mendoakan Yuli.
Roh yang menyapa Yuli susah juga keluar. Berulang- ulang Roby, Yudi dan teman-teman yang lain bergantian membaca ayat kursi.
Setelah sadar Yuli malu-malu bahwa tadi sempat pikirannya kosong karena lelah dan kedinginan.
Setelah istirahat sebentar rasa lelah terobati, Yuli juga sudah pulih kembali, rombongan Roby melanjutkan perjalanan ke Puncak, malam berangsur-angsur berganti siang. Rombongan Roby terlambat untuk melihat sunrise karena musibah yang menimpa Yuli.
Siang itu seperti biasa anak-anak kumpul di kantin sekolah. Roby, Nuno, Agung, Ikhlas, Iwan, Syam, Winda, Lilis, Yuli dan Rina.
Mereka adalah anggota pecinta alam yang terdiri dari sepuluh orang.
Empat cewek itu satu diantaranya feminim bernama Yuli berkarakter suka bicara ceplas-ceplos, bicaranya jarang direm kadang keluar kata-kata jorok dari mulutnya.
"Rencana kita mendaki bukit jadi ya minggu depan, berangkat Sabtu pulangnya hari Selasa." Roby sebagai ketua rombongan sambil mendata apa saja yang harus mereka persiapkan.
"Ok siap, aku setuju saja, atur saja Bos," ujar Nuno sambil memandang teman- teman meminta persetujuan.
Semua yang berkumpul di kantin siap berangkat mendaki gunung.
"Sok atuh jangan lupa bawa peralatan makan dan karapan!
"Jangan lupa Nyuk," Yuli kalau ngomong tak pernah panggil nama teman, sesuka hatinya saja.
Kunyuk alis Nuno sudah terbiasa dengan Yuli yang mulutnya tak pernah direm. Kebiasaan Yuli ini yang akhirnya membuat dia kena musibah
*****
Perjalanan ke Gunung Ciremai lumayan lama dari Kampung Ciledug Cirebon. Mereka naik mobil omprengan ke sana. Berangkat dari rumah jam 10.00 sampai di kaki gunung Kuningan Palutungan jam setengah lima.
Konon katanya Kaki Gunung Palutungan tempat memuja setan untuk meraih kekayaan tapi seperti biasa ada tumbalnya.
"Wah segar banget nih udara," Roby menghirup sebanyak-banyaknya udara lewat hidungnya kemudian mengeluarkan dari mulutnya.
"Gunungnya sudah memanggil kita untuk melihat sunrise besok pagi," ujar Syam.
"Ciptaan Tuhan yang sangat menakjubkan,"ujar Winda cewek tomboi yang sangat suka haiking.
"Hati-hati ya diperjalanan jangan bicara sembarangan, pikiran jangan kosong tetap berserah kepada Allah," Roby sebagai ketua rombongan mengingatkan teman-temannya.
Rombongan menapaki jalanan setapak menuju puncak Gunung Ceremai. Angin malam mulai menyapa dan udara sudah mulai dingin. Senja perlahan-lahan ditelan malam.
Ikhlas mengeluarkan senter dari tas ranselnya. Teman-teman yang lain juga mengeluarkan senternya. Malam mulai hitam pekat, di sekeliling hutan gelap gulita menambah suasana jadi kelam.
Kelompok Roby berjalan terus menyusuri jalan setapak, ayunan daun-daunan seolah-olah seperti mata mengintai perjalanan mereka. Udara dingin menusuk tulang, jika jalan berhenti sangat terasa dingin makanya tetap dibawa jalan.
Kaki terasa lelah, kaki sudah pegal-pegal setelah melewati kuburan kuda suasana semakin merinding, jam menunjukkan pukul satu dini hari.
Winda, Yuli, dan Rina, berada paling tengah, Lilis nomor dua paling terakhir sebelum Agung, cewek paling tomboi dan berani.
Yuli melihat sekeliling semua gelap, dia memikirkan hal-hal mistis.
Tanpa sadar Yuli memberikan ruang untuk mahluk dedemit. Yuli mengoceh tidak jelas.
"Lihat badannya besar, hitam matanya melotot, mulutnya menyeringai." Yuli bicara tak henti- henti, tak jelas apa yang dia bicarakan. Badannya gemetaran, menggigil. Matanya kosong. Agung menyorot senter ke mata Yuli, benar-benar seperti ciri-ciri orang kesurupan.
Keadaan Yuli seperti ini membuat perjalanan menuju puncak berhenti, sekalian Roby memutuskan untuk berhenti istirahat sebentar.
Selang berapa lama rombongan mereka bertemu dengan tiga orang yang mempunyai tujuan yang sama.
"Kenalkan, saya ketua rombongan. Yudi, temanku Dino dan Toni, kami hanya bertiga." Ujar Yudi ketika mereka baru bertemu di persimpangan jalan.
"Saya Roby ketua rombongan juga, kami semuanya ada sepuluh orang. Kami istirahat dulu, salah satu teman kami sepertinya penghuni hutan menyapanya." Ujar Roby sambil menunjuk Yuli dipangkuan Winda.
"Mari bergabung kita doakan sama-sama, ujar Roby mengajak Yudi untuk membaca ayat kursi agar Yuli pulih kembali. Mereka semua mendoakan Yuli.
Roh yang menyapa Yuli susah juga keluar. Berulang- ulang Roby, Yudi dan teman-teman yang lain bergantian membaca ayat kursi.
Setelah sadar Yuli malu-malu bahwa tadi sempat pikirannya kosong karena lelah dan kedinginan.
Setelah istirahat sebentar rasa lelah terobati, Yuli juga sudah pulih kembali, rombongan Roby melanjutkan perjalanan ke Puncak, malam berangsur-angsur berganti siang. Rombongan Roby terlambat untuk melihat sunrise karena musibah yang menimpa Yuli.
Sekian dulu ya sista ceritanya.
0 Response to "Dedemit Gunung Ciremai"
Post a Comment